Rujukan Kata-Kata
dirikanlah wangi tubuh lusuhmu
di bawah lampu merah
tempat pemberhentian sementera
nafas-nafas mewah keemasan
untuk melanjutkan kepergian
di balik sengketa
antara hidup dan perjanjian
terkadang sampai melupakan
rumah sunyi di pinggir kota
Namira, Juli ‘07
Cinta Yang Telah Mati
tidur di halte
meringkuk memeluk besi
yang telah berkarat
kehilangan jiwa
tubuh hanya di bungkus
pakain compang-camping
dan beberapa makna
Namira, Juli ‘07
Perang Batin
menghunus senjata bernama cinta
tidak terlalu tajam
bahkan sedikit berkarat
menikam nafas batin
terhenyak di ranjang yang lembut
diselimuti keheningan
kemana para kegelisahan
pembuat perang batin
Namira, Juli ‘07
Jiwa Nakal
aku tak kan kembali
ke rumah
akan terus menyanyi
tentang hidup
di jalan-jalan
lampu merah ke lampu merah
berlindung di jembatan penyeberangan
berebut dengan pembawa jiwa
jejakku telah menyatu dengan kota
Namira, Juli ‘07
Pewaris Malam
mewujudkan mimpi yang tidak pernah selesai
di garis gedung-gedung
kota yang sudah tua
polusi terus membunuh imajinasi
para pewaris malam
garis hitam melengkung
mengungkapkan ketidakpastian
malam akan terus gelap
menelusuri tepi terotoar
Namira, Juli ‘07
Anak Rindu Di Tepi Malam
ketika tidur di antara malam
jiwa mengetuk kegelapan
agar segera membuat ratapan
menepuk pundak yang berat
kisah yang terlanjur berkisah
sebagai menu di akhir zaman
aku adalah anak malam
titisan rindu yang mongering
Namira, Juli ‘07
Siluet Merah
cahaya matamu selalu redup
menatap peradabanmu yang kering
jalan menguap seperti embun
kau terus terlusuri torotoar panjang
agar sampai pada makam yang tepat
cintamu terus menguat
hingga nyanyianmu selesai
Namira, Juli ‘07
Pagi Condong Ke Senja
semua aliran waktu
menuju muara sebuah misteri
tidak akan tersibak
tirai itu hanya berjuntai
membentuk tembok karang hitam
mata sampai buta
jiwa hingga mati
raga pun terus menua
pekik rintihan batin
tidak terasa alunannya
Namira, Juli ‘07
Siksa
senyummu begitu perkasa
menyambarku hingga ke dalam syurga
enggan menafkahi tarianku
begitu elegan tatapanmu
membunuhku berlahan
membiarkan rindu menggerogoti
sampai senja mati terhempas zaman
Namira, Juli ‘07
dirikanlah wangi tubuh lusuhmu
di bawah lampu merah
tempat pemberhentian sementera
nafas-nafas mewah keemasan
untuk melanjutkan kepergian
di balik sengketa
antara hidup dan perjanjian
terkadang sampai melupakan
rumah sunyi di pinggir kota
Namira, Juli ‘07
Cinta Yang Telah Mati
tidur di halte
meringkuk memeluk besi
yang telah berkarat
kehilangan jiwa
tubuh hanya di bungkus
pakain compang-camping
dan beberapa makna
Namira, Juli ‘07
Perang Batin
menghunus senjata bernama cinta
tidak terlalu tajam
bahkan sedikit berkarat
menikam nafas batin
terhenyak di ranjang yang lembut
diselimuti keheningan
kemana para kegelisahan
pembuat perang batin
Namira, Juli ‘07
Jiwa Nakal
aku tak kan kembali
ke rumah
akan terus menyanyi
tentang hidup
di jalan-jalan
lampu merah ke lampu merah
berlindung di jembatan penyeberangan
berebut dengan pembawa jiwa
jejakku telah menyatu dengan kota
Namira, Juli ‘07
Pewaris Malam
mewujudkan mimpi yang tidak pernah selesai
di garis gedung-gedung
kota yang sudah tua
polusi terus membunuh imajinasi
para pewaris malam
garis hitam melengkung
mengungkapkan ketidakpastian
malam akan terus gelap
menelusuri tepi terotoar
Namira, Juli ‘07
Anak Rindu Di Tepi Malam
ketika tidur di antara malam
jiwa mengetuk kegelapan
agar segera membuat ratapan
menepuk pundak yang berat
kisah yang terlanjur berkisah
sebagai menu di akhir zaman
aku adalah anak malam
titisan rindu yang mongering
Namira, Juli ‘07
Siluet Merah
cahaya matamu selalu redup
menatap peradabanmu yang kering
jalan menguap seperti embun
kau terus terlusuri torotoar panjang
agar sampai pada makam yang tepat
cintamu terus menguat
hingga nyanyianmu selesai
Namira, Juli ‘07
Pagi Condong Ke Senja
semua aliran waktu
menuju muara sebuah misteri
tidak akan tersibak
tirai itu hanya berjuntai
membentuk tembok karang hitam
mata sampai buta
jiwa hingga mati
raga pun terus menua
pekik rintihan batin
tidak terasa alunannya
Namira, Juli ‘07
Siksa
senyummu begitu perkasa
menyambarku hingga ke dalam syurga
enggan menafkahi tarianku
begitu elegan tatapanmu
membunuhku berlahan
membiarkan rindu menggerogoti
sampai senja mati terhempas zaman
Namira, Juli ‘07
Komentar