STOP KEKERASAN DISEKOLAH
Oleh Surya Gunawan, S.Pd.

“Sekolahku, idamanku”, hal itulah yang selayaknya menjadi harapan semua siswa. Sekolah yang merupakan rumah kedua bagi para siswa seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan untuk menimba ilmu dan mengembangkan potensi diri.

Namun belakangan kekerasan terhadap siswa yang dilakukan oleh oknum guru mencuat dan mencoreng nama baik para guru. Berita-berita di televisi dan media massa menunjukkan betapa mental dan perilaku guru yang melakukan tindakan kekerasan kepada siswanya tidak mencerminkan perilaku seorang guru sejati. Seharusnya kekerasan yang terjadi disekolah tidak harus terjadi bila saja si guru paham akan tugas pokok serta fungsi guru sebagai pendidik.

Ki Hajar Dewantara dalam semboyannya mengungkapkan bahwa guru harus selalu Ing Ngarso Sung Tolodo yang maksudnya guru harus bisa berada di depan sebagai panutan dan suri teladan yang memberikan inspirasi bagi para siswa. Selain itu guru juga harus Ing Madyo Mangun Karso yang berarti berada ditengah yang melindungi dan memberikan rasa aman kepada setiap anak didiknya, serta Tut Wuri Handayani dimana guru harus bisa berada di belakang sebagai motivator yang selalu memberikan dukungan semangat agar para siswanya bisa berhasil dan sukses. Dan tentunya, tindakan kekerasan yang digunakan dalam proses pendidikan sangatlah bertentangan dengan apa yang telah diungkapakan oleh Ki Hajar Dewantara.

Tidak ada satu alasan pun yang membenarkan guru melakukan tindakan kekerasan kepada siswanya, karena hal tersebut hanya akan menimbulkan dampak negative pada perkembangan psikologis terhadap peserta didik.

Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak di dunia pendidikan cukup banyak terjadi. Dari 1.926 kasus yang dilaporkan sepanjang 2008, sekitar 28 persennya terjadi di lingkungan sekolah, sisanya terjadi di lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan lingkungan pekerjaan. Kekerasan yang paling banyak terjadi yaitu kekerasan fisik disusul kekerasan seksual dan kekerasan psikis.

Hal ini tentunya menimbulkan keprihatinan yang cukup dalam bagi kita semua. Sebab sekolah sebagai institusi atau wadah yang dipercaya orang tua, berubah menjadi tempat yang menakutkan.
Hukuman sebaiknya tidak dilakukan dengan cara-cara yang mengandung kekerasan, melainkan harus dengan cara yang mendidik. Karena, kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan, dengan kata lain kita menempa siswa kita menjadi sosok yang juga akan mewarisi budaya kekerasan dalam kehidupannya kelak. Walau semarah apapun seorang guru, tetap ia harus bisa mengontrol dan mengendalikan diri dan emosinya.
Harus tetap kita camkan dan kita ingin, bahwa siswa adalah juga manusia yang memiliki hak serta harkat dan martabat. Oleh karenanya kita tetap harus menghormati hak azasi yang melekat kepadanya.

Sesuai bunyi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 54 yang mengatakan bahwa: "Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya"
Atau bunyi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 Ayat 1 yang dengan tegas juga menyatakan bahwa: "Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia...."

Kedua peraturan diatas menjadi payung hukum yang mendasari bahwa anak sebagai peserta didik memiliki hak untuk mendapatkan rasa aman di sekolah dalam upayanya mengenyam pendidikan. Dan secara jelas dinyatakan bahwa kekerasan tidak boleh dilakukan oleh siapapun terhadap anak sebagai peserta didik, termasuk oleh guru.
Sadar atau tidak, terkadang kita telah melakukan kerasan terhadap siswa kita saat memberikan hukuman kepada mereka. Untuk itu marilah kita hentikan budaya kekerasan di sekolah. Dimulai dengan merubah perilaku kita, cara kita menghukum siswa, dan terlebih lagi kita harus lebih banyak bersabar dalam menghadapi para peserta didik. Guru adalah ujung tombak pendidikan, oleh karenanya jangan rusak citra dan martabat guru dengan perilaku-perilaku menyimpang.

Komentar